FIRMA



2.1    Pengertian Firma
Firma (dari bahasa Belanda venootschap onder firma; secara harfiah: perserikatan dagang antara beberapa perusahaan) atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk badan usaha untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih (disebut Firmant) dengan memakai nama bersama atau satu nama yang digunakan bersama untuk memperluas usahanya. Menurut Manulang (1975) persekutuan dengan firma adalah persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Jadi ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu perusahaan. Nama perusahaan seperti umumnya adalah nama dari salah seorang sekutu.

Dalam firma semua anggota bertanggung jawab sepenuhnya baik sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lain. Bila perusahaan mengalami kerugian akan ditanggung bersama, bila perlu dengan seluruh kekayaan pribadi mereka. Firma dapat dibentuk oleh 2 orang atau lebih yang semuanya belum memiliki usaha. Pemiliki firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.

Firma bukan merupakan badan usaha yang berbadan hukum karena : Tidak ada pemisahan harta kekayaan antara persekutuan dan pribadi sekutusekutu, setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Tidak ada keharusan pengesahan akta pendirian oleh Menteri Kehakiman dan HAM Firma berakhir apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.

Tujuan dari firma adalah untuk memperluas usaha dan menambah modal agar lebih kuat dan mampu bersaing perusahaan yang lain. Firma juga biasa disebut Persekutuan ( Partnership ), sebab perusahaan yang berbentuk firma memang didirikan oleh orang-orang atau sekutu-sekutu sebagai pemilik dari firma. Dengan demikian pemilik firma biasa disebut anggota atau sekutu atau partner.

Perusahaan dengan berbentuk firma bisa dijumpai pada berbagai jenis perusahaan. Seperti perusahaan penerbitan, perusahaan perdagangan, perusahaan jasa, juga kantor-kantor konsultan hukum, dan akuntansi politik.

2.2    Ciri-Ciri Firma
Secara umum, ciri-ciri dan sifat Firma yang dapat kita lihat yaitu:
a.       Anggota firma biasanya sudah saling mengenal dan saling mempercayai.
b.      Perjanjian firma dapat dilakukan di hadapan notaris maupun di bawah tangan.
c.       Memakai nama bersama dalam kegiatan usaha.
d.      Adanya tanggung jawab dan resiko kerugian yang tidak terbatas.
e.       Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
f.       Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin.
g.      Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
h.      keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup.
i.        seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma.
j.        pendiriannya tidak memelukan akte pendirian.
k.      mudah memperoleh kredit usaha.

Jelas berdasarkan ciri-ciri diatas, di dalam firma semua anggota adalah pemilik yang sekaligus merangkap pengelola yang secara langsung aktif melaksanakan usaha perusahaan. Karena hal tersebut, maka firma memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan bentuk organisasi perusahaan yang lain. Maka dari itu, Drebin (1982) membagi karakteristik Firma itu menjadi 5 yaitu:
1.            Mutual Agency (saling mewakili), setiap anggota dalam menjalankan usaha firma merupakan wakil dari anggota firma yang lain. Apabila ada salah seorang anggota beroperasi dalam bidang usaha firma, maka secara tidak langsung anggota tersebut mewakili anggota firma yang lain.
2.            Limited Life (umur terbatas), firma yang didirikan oleh beberapa anggota memiliki umur yang terbatas. Artinya adalah jika ada anggota yang keluar berarti firma tersebut dinyatakan bubar secara hokum, demikian juga apabila ada anggota baru yang bergabung. Firma dinyatakan masih beroperasi atau bubar jika tidak ada perubahan dalam komposisi keanggotaannya.
3.            Unlimited Liability (tanggung jawab terhadap kewajiban firma tiak terbatas), tanggung jawab atas hutang tidak terbatas pada kekayaan yang dimiliki firma saja, tapi juga sampai harta milik pribadi para anggota firma. Jadi jika dalam keadaan tertentu firma memiliki hutang pada kreditur dan firma tersebut tidak mampu membayar karena jumlah kekayaan tidak mencukupi maka kreditur berhak menagih kepada para anggota firma sampai harta milik pribadi.
4.            Ownership of an Interest in a Partnership, bahwa kekayaan setiap anggota yang sudah ditanamkan dalam firma merupakan kekayaan bersama dan tidak dapat dipisahkan secara jelas. Masing-masing anggota adalah sebagai pemilik bersama atas kekayaan Firma. Tanpa seijin naggota lain, anggota lain tidak boleh menggunakan kekayaan firma. Hak anggota terhadap kekayaan firma akan terlihat dalam saldo modal akhir para anggota firma yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : penanaman modal awal, penanaman modal tambahan, pengambilan prive, penambahan dari pembagian laba, dan pengurangan dari pembagian rugi.
5.            Participating in Partnership Profit, laba atau rugi sebagai hasil operasi Firma akan dibagikan kepada setiap anggota firma berdasarkan partisipasi para anggota didalam firma. Jika ada seorang anggota yang aktif menjalankan usaha firma, maka anggota tersebut berhak atas bagian laba yang lebih besar daripada anggota yang lain meskipun modal yang ditanamkan lebih kecil daripada modal yangditanam oleh anggota yang tidak aktif atau dapat ditentukan secara lain atas persetujuan anggota lainnya. Ketentuan mengenai besarnya pembagian laba rugi ini harus dicantumkan secara rinci dan jelas dalam akte pendirian firma tersebut.
Selain Drebin (1982) yang mengemukakan karakteristik Firma seperti diatas, Fischer, Taylor, dan Leer menyatakan bahwa karakteristik firma akan lebih mudah dipahami dengan jelas jika dibandingkan dengan karakteristik perseroan seperti yang tercantum pada table berikut :

Firma
Perseroan
1.  KESINAMBUNGAN USAHA
Umur firma terbatas dan secara hukum dinyatakan bubar jika ada perubahan dalam komposisi sekutu atau anggota, tetapi secara ekonomis dapat terus beroperasi untuk melanjutkan usahanya, tidak perlu dilikuidasi.
Umur dianggap tidak terbatas. Perubahan komposisi pemilikan perusahaan tidak mengakibatkan berakhirnya umur poerseroan.
2. PERIJINAN       PENDIRIAN
Diperlukan sedikit prosedur untuk memperoleh formalitas usahanya.
Didirikan berdasarkan ijin Negara dan harus taat pada aturan yang telah ditetapkan. Prosedur untuk memperoleh ijin usaha biasanya relatif lama dan sulit.
3.TANGGUNG JAWAB PEMILIK TERHADAP HUTANG
Tanggung jawab setiap anggota pemilik tidak terbatas, bahkan sampai harta pribadi nya dijaminkan.
Kewajiban pemilik (pemegang saham) hanya terbatas sebesar modal yang di tanamkan.
4. KETERLIBATAN DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN
Para anggota terlibat aktif dalam pengelolaan firma secara langsung.
Pemegang saham bisa tidak aktif dalam pengelolaan perseroan. Mereka memilih dewan direktur untuk melaksanakan pengelolaan langsung terhadap perseroan.
Dengan adanya beberapa karakteristik firma dan perbedaan antara firma dengan bentuk perusahaan yang lain, maka jelas sudah bahwa firma memiliki ciri tersendiri. Walaupun tidak bisa dipisahkan antara pemilik dan manajemen dalam firma, namun pengelolaan akuntansi pada firma harus tetap berpedoman pada prinsip akuntansi yang lazim. Yaitu firma merupakan salah satu unit usaha yang berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang terpisah dari pemiliknya (business entity).
2.3    Kebaikan Firma
Setiap bentuk-bentuk usaha pasti mempunyai kebaikan dan keburukan. Begitu pula Firma, pasti memiliki kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan yang harus di pertimbangkan. Berikut adalah kebaikan-kebaikan dari Firma, yaitu:
1.      Jumlah modalnya relatif besar dari usaha perseorangan sehingga lebih mudah untuk memperluas usahanya.
2.      Lebih mudah memperoleh kredit karena mempunyai kemampuan finansial yang lebih besar yang merupakan gabungan modal yang dimiliki beberapa orang.
3.      Kemampuan manajemen lebih besar karena adanya pembagian kerja di antara para anggota. Disamping itu, semua keputusan di ambil bersama-sama. Sehingga keputusan-keputusan menjadi lebih baik
4.      Tergabung alasan-alasan rasional.
5.      Perhatian sekutu yang sungguh-sungguh pada perusahaan.
6.      Prosedur pendirian relative mudah.
2.4    Keburukan Firma
Selain memiliki kebaikan-kebaikan, Firma juga mempunyai keburukan-keburukan sebagai berikut:
1.      Tanggung jawab pemilik tidak terbatas seluruh utang perusahaan.
Contoh : Anggota Investasi Dalam Toko Pengecer Kekayaan Pribadi A = Rp. 400.000, B = Rp. 200.000, C = Rp. 100.000. Dengan berbagai macam alasan, toko tersebut mempunyai hutang sebesar Rp. 800.000. modal yang ditanamkan oleh para anggota hanya sebesar Rp. 700.000 dipakai untuk melunasi hutang tersebut. Sisa hutang sebesar Rp. 100.000 harus dibayar dari kekayaan pribadi. Karena A dan B tidak memiliki kekayaan pribadi, maka sisa hutang tersebut harus dibayar oleh C.
2.      Pimpinan dipegang oleh lebih dari satu orang. Hal yang demikian ini memungkinkan timbulnya perselisihan paham diantara para sekutu.
3.      Kesalahan seorang firmant harus ditanggung bersama.
4.      Kelangsungan hidup perusahaan tidak terjamin, sebab bila salah seorang anggota keluar, maka firma pun bubar.
5.      Utang usaha perusahaan ditanggung oleh kekayaan pribadi para anggota firma.

2.6    Proses Pendirian Firma
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Persekutuan Firma adalah persekutuan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Menurut pendapat lain, Persekutuan Firma adalah setiap perusahaan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama atau Firma sebagai nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama. Adapun pendirian Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan cukup lengkap, terutama dalam Pasal 22 hingga Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Adapun pendirian Firma dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan bahwa, tiap-tiap persekutuan Firma harus didirikan dengan akta otentik, akan tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat ditemukan untuk merugikan pihak ketiga.

Ada tiga unsur penting dalam isi Pasal di atas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Firma harus didirikan dengan akta otentik;
2. Firma dapat didirikan tanpa akta otentik;
3. Akta yang tidak otentik tidak boleh merugikan pihak ketiga.

Selama akta pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga menganggap firma sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha, didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang menandatangani berbagai surat untuk firma ini sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 29 KUHD. Isi ikhtisar resmi akta pendirian firma dapat dilihat di Pasal 26 KUHD yang harus memuat sebagai berikut:
  1. Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
  2. Pernyataan firmanya dengan menunjukan apakah persekutuan itu umum ataukah terbatas pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir dengan menunjukan cabang khusus itu.
  3. Penunjukan para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama firma.
  4. Saat mulai berlakunya persekutuan dan saat berakhirnya.
  5. Dan selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.

Bentuk umumnya perjanjian yang tertuang dalam akta pendirian firma biasanya berisi tentang hal-hal berikut:
1.      Nama dan alamat firma.
2.       Jenis usaha firma, misalnya usaha dalam bidang jasa, perdagangan, atau manufaktur.
3.       Hak dan kewajiban para anggota, misalnya siapa yang menjadi manajer serta tugas dan wewenang anggota lainnya.
4.      Jumlah modal yang ditanamkan pertama kali oleh para anggota, termasuk uraian lengkap tentang aktifa non-kas yang diserahkan (bila ada) yang digunakan dalam operasi firma.
5.       Pembagian laba-rugi yang biasanya ditunjukan dalam bentuk rasio antara anggota yang satu dengan yang lain.
6.       Syarat-syarat pengambilan modal (prive) dan penambahan modal.
7.       Prosedur penerimaan anggota baru firma.
8.       Prosedur keluarnya anggota firma.
9.       Prosedur pembubaran firma apabila firma di likuidasi.
10.   Dan uraian penting lainnya.
Dapat disimpulkan, bahwa akta dalam pembentukan Firma hanyalah berfungsi sebagai alat bukti untuk memudahkan pembuktian berdirinya suatu Firma dan perincian hak dan kewajiban masing-masing anggota. Setelah Firma didirikan, maka Firma harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Firma yang bersangkutan, dan pendaftaran Firma dapat berupa petikan akta saja (Pasal 23-25 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan). Dalam Pasal 28 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Ikhtisar resmi dari akta Firma pendirian itu harus diumumkan dalam Berita Negara Rakyat Indonesia (BNRI) atau Tambahan Berita Negara. Apabila akta Firma tersebut tidak didaftarkan kepada Panitera, maka pendirian Firma tersebut hanya dianggap sebagai persekutuan umum, didirikan tanpa batas, dianggap tidak ada sekutu yang dikecualikan bertindak atas nama Firma (Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) bahkan tiap sekutu berhak menandatangani dan berbuat perbuatan hukum bagi persekutuannya. Tetapi karena Firma bukan merupakan badan hukum, maka akta pendirian Firma tidak memerlukan pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.

Kenapa Firma biasa disebut dengan Perusahaan Bukan Badan Hukum? Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak berbadan hukum karena Firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun syarat/unsur formalnya berupa pengesahan atau pengakuan dari Negara berupa peraturan perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menyebabkan Persekutuan Firma bukan merupakan persekutuan yang berbadan hukum.

2.7    Sekutu
Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab pribadi untuk keseluruhan. Hubungan antara sekutu baik secara intern maupun ekstern setidaknya telah diatur dalam Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan, “tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut-pautan dengan perseroan tersebut, atau yang para persero tidak berhak melakukannya tidak termasuk dalam ketentuan diatas”. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau tidak diberi wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.

Sekutu Firma sifatnya sama dengan sekutu komplementer dalam CF, yaitu:
1.      Para sekutu bertugas untuk mengurus perusahaan.
2.      Para sekutu berhubungan dengan pihak ketiga.
3.      Memiliki tanggung jawab tidak terbatas.

Adapun yang dimaksud dengan sekutu komplementer adalah sekutu aktif, yaitu sekutu yang bertugas mengurus perusahaan dan bertanggung jawab tidak terbatas atau pribadi. Tugas dari sekutu ini sama dengan tugas dari anggota direksi, tetapi berbeda dalam hal tanggung jawabnya. Pada Firma tanggung jawab tidak terbatas pada tiap-tiap anggota secara tanggung-menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya atas perikatan Firma yang disebut dengan tanggung jawab solider.

Cara menggunakan nama bersama:
1.      Nama seorang sekutu (Mis: Firma H. Mulyadi)
2.      Nama seorang sekutu dengan tambahan (Mis:Firma H. Mulyadi & Brothers (disingkat Fa. H. Mulyadi & Bros), artinya perusahaan persekutuan ini beranggotakan Hasan serta saudara-saudaranya).
3.      Kumpulan nama semua sekutu (Mis: Firma Mulyadi/Hasan, Mira, Ana dan Rusli).
4.      Nama lain berupa tujuan perusahaan. (Mis: Firma Butik Chloe) berusaha di bidang butik. 

2.8    Hubungan Hukum dan Tanggung Jawab
1.      Hubungan hukum antara sekutu Firma :
·         Semua sekutu memutuskan dan menetapkan dalam akta sekutu yang ditunjuk sebagai pengurus Firma.
·         Semua sekutu berhak melihat dan mengontrol pembukuan Firma (pasal 12 KUHD).
·         Semua sekutu memberikan persetujuan, jika Firma menambah sekutu baru (ps. 1641 BW).
·         Penggantian kedudukan sekutu diperkenankan, jika diatur dalam akta pendirian.
·         Seorang sekutu dapat menggugat Firma, apabila ia berposisi sebagai kreditur Firma dan pemenuhannya disediakan dari kas Firma.

2.      Hubungan Hukum antara sekutu Firma dengan Pihak Ketiga:
·         Sekutu yang telah keluar secara sah, masih dapat dituntut oleh pihak ketiga atas dasar perjanjian yang belum diselesaikan pembayarannya.
·         Setiap sekutu berwenang mengadakan perikatan dengan pihak ketiga bagi kepentingan persekutuan, kecuali jika sekutu itu dikeluarkan dari kewenangannya (pasal 17 KUHD).
·         Setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas semua perikatan Firma, meskipun dibuat oleh sekutu lain, termasuk karena perbuatan melawan hukum (ps.18 KUHD)
·         Apabila seorang sekutu menolak penagihan dengan alasan Firma tidak ada (karena tidak ada akta pendirian), maka pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya Firma dengan segala macam alat pembuktian (pasal 22 KUHD).
·         Seorang sekutu dapat menggugat Firma, apabila ia berposisi sebagai kreditur Firma dan pemenuhannya disediakan dari kas Firma.

2.9    Proses Pembubaran Firma
Pengaturan Firma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak hanya mengatur mengenai pendirian Firma, tetapi telah mengatur hingga mengenai pembubaran Firma. Pembubaran Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terutama di dalam Pasal 31 hingga Pasal 35, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Perubahan harus dinyatakan dengan data otentik.
2)      Perubahan akta harus didaftarkan kepada Panitra Pengadilan Negri;
3)      Perubahan akta harus diumumkan dalam berita negara;
4)      Perubahan akta yang tidak diumumkan akan mengikat pihak ketiga;
5)      Pemberesan oleh persero adalah pihak lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.

Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pescro yang namanya disebut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli warisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu ulituk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.

Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diri atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian pula segala perubahan yang diadakan dalam petikaian yang asli yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakan juga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah disebut. Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan, berlaku ketentuan-ketentuan pasal 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)

Pada pembubaran perseroan, para pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi seorang dengan suara terbanyak. Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)

Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut bagiannya masing-masing (KUHD 18, 22.). Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)

Kenapa Firma harus dibubarkan? Apa penyebabnya? Pembubaran Firma (The Dissolution of Partnership) dapat diakibatkan oleh adanya kebangkrutan dalam usaha atau hal-hal lain yang akhirnya menjadi likuidasi Firma. Istilah bangkrut dan likuidasi disini mempunai pengertian yang bebeda walaupun keduanya mempunyai akibat yang sama yaitu tidak adanya atau berhentinya kegiatan usaha suatu perusahaan.

Pengertian bangkrut adalah suatu keadaan perusahaan yang mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Sebagai akibat dari adanya kebangkrutan ini adalah berupa penutupan usaha dan pada akhirnya terjadi pembubaran usah atau likuidasi. Jadi istilah bangkrut disini lebih menekankan pada aspek ekonomis perusahaan yaitu berupa kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Sedangkan likuidasi (Beams, 1988) adalah merupakan : “suatu proses yang meliputi merubah aktiva non-kas menjadi kas, mengakui laba atau rugi dari proses perubahan aktiva non-kas menjadi kas, melunasi kewajiban firma, dan akhirnya membagi semua kas yang dimiliki firma kepada masing-masing anggota sesuai dengan saldo modalnya”.

Berdasarkan definisi dari Beams (1988) tersebut, likuidasi merupakan proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu unit organisasi. Likuidasi lebih menekankan pada aspek yuridis perusahaan sebagai suatu badan hokum dengan segala hak dan kewajibannya. Dalam likuidasi Firma diakhiri dengan dibubarakannya Firma tersebut dengan diikuti oleh pembagian atau pengembalian hak-hak para anggota dan dipenuhinya kewajiban-kewajiban Firma kepada pihak luar.

Menurut The Uniform of Partnership Act (UPA), Undang-undang persekutuan di Amerika Serikat, pasal 31 menyebutkan, terdapat beberapa factor yang menyebabkan suatu Firma dibubarkan yang pada intinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Sistem perekonomian masyarakat atau negara yang tidak mendukung lagi adanya kegiatan usaha, seperti adanya Undang-undang Pemerintah, sistem monopoli oleh perusahaan-perusahaan besar dan sebagainya, yang kesemuanya tidak memungkinkan lagi suatu Firma bertahan hidup.
  1. Adanya faktor-faktor ekstern yang berada diluar jangkauan manajemen perusahaan seperti bencana alam, kecelakaan, kebakaran dan sejenisnya yang semuanya itu tidak memungkinkan lagi suatu Firma mempertahankan hidupnya.
  1. Adanya faktor-faktor intern didalam Firma, seperti adanya perselisihan antara anggota, kesalahan dalam manajemen, ketidak serasian dalam kerja dan sejenisnya yang kesemuanya itu dapat berakibat tidak memungkinkan lagi suatu Firma dipertahankan hidupnya.

Selain alasan diatas, perlu diketahui juga bahwa sebab-sebab berakhimya Firma adalah sama seperti maatschap dalam menangani utang-piutang Firma, yang diantaranya : dana Firma yang digunakan Apabila kekayaan Firma tidak cukup, maka mitra harus memberi kontribusi sesuai bagiannya. Bila kekayaan Firma tersisa setelah pembayaran semua hutang-hutangnya, kekayaannya akan dibagikan diantara para mitra menurut ketentuan perjanjian Firma (Pasal 32 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Perlu diketahui juga, bahwa keberadaan hidup Firma tidak terjamin karena bila ada anggota yang meninggal dunia, maka Firma bubar karena sifatnya pribadi (personallife), maka tidak dialihkan.

Cara Pembubarannya :
1)      Dengan akta otentik (Notaris) supaya tidak ada yang dapat dituntut karena nama-namanya jelas.
2)      Di daftarkan ke Paniteraan Pengadilan Negri.
3)      Diumumkan di Tambahan Berita Negara.
Jika tidak didaftarkan, maka tidak berlaku pembubaran, pengunduran diri, dan perubahan terhadap pihak ketiga (ps. 31 KUHD).



 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

METODOLOGI DALAM PENYUSUNAN TEORI AKUNTANSI

TANGGUNG JAWAB SOSIAL SUATU BISNIS