PEREKONOMIAN INDONESIA
NAMA : RAHMAWATI AYU D.U
NPM: 27213191
KELAS :1EB09
Keadaan
Ekonomi Indonesia
Masalah Ekonomi di Indonesia – Siapa sih yang tidak tahu bahwa negara kita, Indonesia ini adalah termasuk negara yang kaya? Terutama kaya akan sumber daya alam yang tidak dimiliki oleh negara lain. Tapi sayangnya pemanfaatan sumber daya alam Indonesia belum maksimal. Parahnya lagi adalah orang asing yang berhasil mengeruk kekayaan alam kita. Itu baru satu contoh permasalahan ekonomi Indonesia yang muncul kepermukaan. Tidak hanya itu, masih ada beberapa permasalahan lagi yang membuat ekonomi Indonesia agak lambat untuk berkembang.
Beberapa Masalah Ekonomi di Indonesia:
1. Tingginya Jumlah Pengangguran
2. Tingginya Biaya Produksi 3. Keputusan Pemerintah Yang Kurang Tepat
4. Bahan Kebutuhan Pokok Masih Langka
5. Suku Buka Perbankan Terlalu Tinggi
6. Nilai Inflasi Semakin Tinggi
2. Tingginya Biaya Produksi 3. Keputusan Pemerintah Yang Kurang Tepat
4. Bahan Kebutuhan Pokok Masih Langka
5. Suku Buka Perbankan Terlalu Tinggi
6. Nilai Inflasi Semakin Tinggi
Perkembangan Ekonomi 2013
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia atas dasar berlaku meningkat dari IDR 1.975,5 triliun pada
kuartal I 2012 menjadi IDR 2.146,4 triliun di kuartal I 2013. Sejalan dengan
Produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, PDB atas harga konstan
2000 juga mengalami peningkatan dari kuartal I 2012 sebesar IDR 633,2 triliun
menjadi IDR 662,0 triliun pada kuartal I 2013.
Namun,
sebagaimana telah diperkirakan oleh GAMA LEI, acuan yang dihasilkan
Macroeconomic Dashboard untuk memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa
mendatang, laju pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%, lebih
rendah dibandingkan dari periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar
6,29% ataupun dibandingkan dengan kuartal IV 2012 yang mencapai 6,1%. Ini sudah
kedua kalinya GAMA LEI mampu memprediksi secara tepat mengenai pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang melambat. Padahal saat itu pemerintah Indonesia
memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan menguat. Bank Indonesia bahkan
memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh 6,2% pada kuartal I 2013 karena
ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Selain itu, GAMA
LEI juga berhasil mematahkan prediksi Asian Development Bank yang menyatakan
bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2013 akan membaik dan tumbuh mencapai
6,4%. Kenyataannya, perekonomian Indonesia di kuartal I 2013 justru lebih rendah
dari perkiraan para analis, sesuai dengan hasil penelitian GAMA LEI bahwa
perekonomian Indonesia di awal tahun 2013 lebih buruk dari tahun sebelumnya.
Selanjutnya, dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2013
didorong oleh hampir semua sektor kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian
yang tumbuh sebesar -0,43% (YoY). Sementara itu, sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi secara year on year pada kuartal I 2013 adalah
sektor Pengangkutan dan Komunikasi (9,98%), diikuti sektor Keuangan, Real Estat
dan Jasa Perusahaan (8,35%), dan sektor Konstruksi (7,19%).
Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%,
tercatat paling rendah dalam tiga tahun terakhir.
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Dari sisi
pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2013 bersumber dari
permintaan domestik yang menurun dan ekspor yang lemah. Konsumsi Rumah Tangga
tumbuh melambat sejalan dengan menurunnya daya beli akibat inflasi bahan
makanan dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait dengan ketidakpastian
kebijakan subsidi bahan bakar minyak. Sementara Konsumsi Pemerintah tumbuh
rendah di awal tahun karena masih terbatasnya serapan belanja, khususnya
belanja barang. Di sisi lain, investasi cenderung melambat karena prospek
permintaan domestik dan internasional yang lemah. Selain itu, investor
diperkirakan mulai bersikap “wait and see” sejalan dengan mendekatnya
Pemilu. Dengan melambatnya pertumbuhan investasi dan konsumsi, maka impor
mengalami kontraksi. Secara year on year, sepanjang kuartal I 2013
Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,17%, Konsumsi Pemerintah 0,42%,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 5,90%, Ekspor 3,39%, dan Impor -0,44% .
Ada
beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2013. Salah satunya adalah mendorong
percepatan penyerapan anggaran pemerintah yang selama ini masih hanya
berkontribusi tipis terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah harus
mampu menjaga consumer confidence dari masyarakat dengan menjaga daya
beli masyarakat disertai inflasi yang rendah. Pemerintah juga perlu fokus dalam
revitalisasi infrastruktur untuk meningkatkan investasi. Hal ini sangat
mendesak untuk dilakukan karena investasi tidak semata-mata hanya berkaitan dengan
masalah insentif namun juga berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang
memadai, kelembagaan yang mendukung, serta kondisi makro ekonomi yang baik.
Perlambatan PDB Kuartal I 2013 karena ada moderasi pada
permintaan domestik dan investasi di tengah pemulihan ekspor yang masih
terbatas
Sumber : BPS dan CEIC (2013)
Meskipun pertumbuhan ekonomi melamban,
tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga Februari 2013 mencapai 5,92% atau
turun dibandingkan TPT Agustus 2012 yang tercatat sebesar 6,14%. Begitu juga
bila dibandingkan dengan TPT Februari 2012 yang tercatat mencapai 6,32%.
Penurunan tersebut sebenarnya tidak terlalu besar, hanya 440 ribu orang, dari
7,61 juta orang pada Februari 2012 menjadi 7,17 juta pada Februari 2013.
Apalagi jumlah penduduk setengah menganggur meningkat, tercatat sebesar 12,77
juta orang pada Agustus 2012 menjadi 13,56 juta orang pada Februari 2013.
Dari sisi
jumlah angkatan kerja, sepanjang Februari 2012 hingga Februari 2013 tercatat
peningkatan angkatan kerja di Indonesia sebesar 780 ribu orang, dimana pada
Februari 2012 angkatan kerja tercatat sebesar 120,41 juta sedangkan di bulan
Februari 2013 jumlahnya naik menjadi 121,19 juta orang. Meskipun jumlah
angkatan kerja meningkat, dalam satu tahun terakhir (Februari 2012 hingga
Februari 2013) terjadi penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar
0,45%.
Kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan perbaikan dalam hal jumlah angkatan
kerja maupun penurunan tingkat pengangguran, meskipun jumlah penduduk setengah
menganggur meningkat.
Sumber: BPS dan CEIC
Tingkat partisipasi angkata kerja pada Februari
2013 sebesar 69,2 % menurun tipis dibanding Februari 2012 sebesar 69,66%.
Sementara bila dibandingkan dengan Agustus 2012 masih cenderung naik karena
pada periode itu tingkat partisipasi angkatan kerja tercatat sebesar 67,88%.
Tabel 1 : Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2011 – 2013* (dalam juta orang)
Hinggal Februari 2013, penyerapan tenaga kerja terbesar
masih dikontribusikan oleh sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan,
dan sektor Industri .
Sumber : Berita Statistik BPS No 35/05/Th.XVI, 6 Mei 2013
Dilihat
dari struktur lapangan pekerjaan hingga Februari 2013 belum ada perubahan yang
signifikan, penyerapan tenaga kerja terbesar masih dikontribusikan dari sektor
Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri .
Jika dibandingkan dengan kondisi pada Februari
2012, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2013 mengalami kenaikan
terutama di sektor Perdagangan, tercatat naik sebesar 790 ribu orang (tumbuh
sebesar 3,29%). Serupa dengan kondisi sektor Perdagangan, jumlah penduduk yang
bekerja di sektor Konstruksi pada Februari 2013 juga mengalami peningkatan
dibandingkan Februari tahun sebelumnya, tumbuh sebesar 12,95%. Penduduk yang
bekerja di sektor Industri juga meningkat, dari 14,21 juta orang pada Februari
2012 menjadi 14,78 juta orang pada Februari 2013, atau tumbuh sebesar 4,01%.
Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan pada Februari 2013 adalah
sektor Pertanian dan sektor Lainnya yang masing-masing mengalami penurunan
sebesar 3,01% dan 5,73% dibandingkan Februari 2012.
Sejalan dengan menurunnya tingkat pengangguran di
Indonesia, jumlah penduduk miskin turut berkurang. Berdasarkan data terbaru
dari BPS, penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 sebanyak 28,59 juta
orang (11,66%), turun dibandingkan pada Febuari 2004 yang mencapai 36,1 juta
orang (16,66%). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret
2012, maka selama satu semester berikutnya terjadi penurunan jumlah penduduk
miskin sebesar 0,54 juta orang.
Namun demikian, perlu diingat bahwa garis
kemiskinan yang dipakai pada September 2012 sebesar IDR 259.520 per kapita per
bulan, naik sebesar 4,35% dibandingkan Maret 2012, jika dicermati secara kritis
tidak mengindikasikan penduduk miskin berkurang. Sebagai ilustrasi, berdasarkan
garis kemiskinan yang ditetapkan sebesar IDR 259.520 per bulan, berarti satu
keluarga yang memiliki satu orang anak dengan penghasilan tunggal sebesar IDR
800.000 per bulan sudah tidak dikatakan miskin. Padahal, jelas terlihat bahwa
kehidupan keluarga tersebut tentu sangat tidak layak.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia telah menurun selama
5 tahun terakhir. Namun, kenaikan harga BBM bersubsidi dkhawatirkan akan
menyebabkan jumlah penduduk miskin kembali “meroket”.
Tahun
|
Penduduk
Miskin di Indonesia
|
|
(dalam
juta orang)
|
(dalam
%)
|
|
Feb –
04
|
36,1
|
16,66
|
Feb –
05
|
35,1
|
15,97
|
Mar –
06
|
39,3
|
17,75
|
Mar –
07
|
37,17
|
16,58
|
Mar –
08
|
34,96
|
15,42
|
Mar –
09
|
32,53
|
14,15
|
Mar –
10
|
31,02
|
13,33
|
Mar –
11
|
30,02
|
12,49
|
Sep –
11
|
29,89
|
12,36
|
Mar –
12
|
29,13
|
11,96
|
Sep -
12
|
28,59
|
11,66
|
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS No.06/01/Th.XVI, 2
Januari 2013
Berdasarkan
daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2012 – September 2012, jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan sama-sama mengalami penurunan,
masing-masing tercatat sebesar 0,14 juta orang (0,18%) dan 0,40 juta orang
(0,42%). Jika jumlah pengangguran dan penduduk miskin turun, pendapatan per
kapita Indonesia mengalami peningkatan dari USD 3.004,9 di tahun 2010 menjadi
USD 3.596,27 di tahun 2012 (CEIC, 2013).
Namun
demikian, kondisi ini tidak boleh membuat kita, khususnya pemerintah berpuas
diri, apalagi kenaikan harga BBM bersubsidi akan diterapkan dalam waktu dekat.
Hal ini tentu saja akan mendorong naiknya harga, termasuk harga kebutuhan pokok
masyarakat, dan dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap meningkatnya angka
kemiskinan di Indonesia. Meskipun saat ini pemerintah telah memiliki strategi
untuk menekan bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia akibat kenaikan harga
BBM bersubsidi yang rencananya melalui berbagai paket kompensasi, antara lain
bantuan langsung masyarakat miskin (BLSM), penyaluran beras bersubsidi
(raskin), program keluarga harapan (PKH), serta beasiswa miskin (BSM). Paket
bantuan ini ditujukan untuk melindungi masyarakat yang paling rentan terhadap
dampak kenaikan harga BBM. Namun keefektifan paket kompensasi ini masih
diragukan khalayak ramai. Kompensasi tersebut sering dianggap sebagai manuver
partai politik yang kadernya menjabat di sejumlah Kementrian.
Tidak ada
salahnya kita melihat kembali pengalaman Indonesia di masa lampau pada saat
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dari IDR 1.810/liter pada 1 Januari
2003 menjadi IDR 4.500/liter pada 1 Oktober 2005. Kebijakan tersebut berdampak
terhadap daya beli masyarakat. Daya beli terpukul akibat kenaikan sejumlah
harga yang dipicu oleh meningkatnya ongkos transportasi. Akibatnya, jumlah
penduduk miskin Indonesia turut meningkat tercatat mencapai 39,3 juta orang
(17,75%) pada Maret 2006 naik signifikan dibandingkan dengan periode Febuari
2005 yang hanya mencapai 35,1 juta orang (15,97%). Pada saat itu pemerintah
juga telah menjalankan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) untuk membantu
rakyat miskin yang terkena imbas naiknya harga BBM. Namun, upaya tersebut belum
memadai untuk mengatasi masalah kemiskinan secara menyeluruh.
Perekonomian RI
Membaik pada 2014, Nilai Tukar Rupiah Diharapkan Terdongkrak
Jakarta, 10/01/2014 MoF (Fiscal)
News - Laju pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2014 diproyeksikan
akan lebih baik. Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus
Martowardojo di Gedung BI, Jakarta pada Kamis (9/1).
Membaiknya kondisi perekonomian
Indonesia tersebut, lanjutnya, sejalan dengan prospek perekonomian global yang
semakin membaik. Pihaknya memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi 2014 akan berada
pada kisaran 5,8 persen hingga 6,2 persen. "Pada 2014, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan lebih baik, mendekati batas bawah kisaran 5,8 persen sampai 6,2
persen. Ini sejalan perbaikan ekonomi global di tengah berlanjutnya proses
konsolidasi ekonomi domestik mengarah ke kondisi yang lebih seimbang,"
jelas Gubernur BI.
Perkembangan terkini menunjukkan
membaiknya kondisi ekonomi global dimotori oleh Amerika Serikat (AS) dan
Jepang, serta indikasi pemulihan ekonomi di kawasan Eropa, China dan India.
"Dan perbaikan ini diperkirakan dapat berlanjut pada tahun 2014 sehingga
dapat menopang ekonomi Indonesia ke depan, baik dari jalur perdagangan maupun
jalur finansial," tambahnya. Ia berharap, dengan akan membaiknya kondisi
perekonomian akan membawa dampak positif terhadap nilai tukar rupiah.
SUMBER:
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/perekonomian-ri-membaik-pada-2014-nilai-tukar-rupiah-diharapkan-terdongkrak
Komentar
Posting Komentar